Tahun 1976 ia masuk Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI) Yogyakarta jurusan Seni Lukis, dan bergabung di Sanggarbambu. Selama di Yogya, ia bergaul akrab dengan Emha Ainun Nadjib, Ebiet G Ade, dan EH Kartanegara. Beberapa kali mengikuti pameran besar Sanggarbambu, dan pameran Tiga Muda di Tegal, tahun 1978 bersama Wowok Legowo dan Dadang Christanto. Tahun 1981 masuk IKIP Semarang jurusan Seni Rupa, dan mengikuti pameran mahasiswa di Semarang dan Jakarta.
Novelnya, Wayang Kertas, memenangkan Sayembara Cipta Cerita Bersambung Suara Merdeka, tahun 1990. Beberapa cerpennya diterbitkan bersama oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dalam buku Bidadari Sigarasa, tahun 2002, dan dibacakan di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Buku-buku karyanya yang pernah diterbitkan antara lain; Puisi-puisi Dolanan (1978), Yang Terhormat Rakyat (kumpulan puisi, 2000), Ponsel di Atas Bantal (kumpulan puisi, 2010), dan Tunas (kumpulan cerpen, CresindoPress, 2013).
Tahun 1978, bersama Yono Daryono dan YY Haryoguritno mendirikan Teater RSPD Tegal dan Studi Grup Sastra Tegal (SGST). Naskah pertama yang dipentaskan adalah Martoloyo Martopuro, sebagai penulis, sutradara, dan sekaligus pemeran utama. Hijrah ke Kota Semarang pada tahun 1981 masih menulis naskah drama untuk Teater RSPD yang disutradarai oleh Yono Daryono, juga untuk Teater Lingkar Semarang. Bergabung di Teater Dhome (1980) dan Teater Balling Semarang (2000). Mendirikan Teater Pedalangan Semarang, tahun (1990). Kini acapkali mementaskan monolog di beberapa kota di Indonesia. Menulis syair lagu untuk kelompok musik terapi jiwa Jayagatra Ungaran (2000—sekarang). Sering kali diundang sebagai juri/pembicara dalam kompetisi/diskusi-diskusi sastra, teater, maupun seni rupa.
Cerpen/novel/puisi:
- Wayang Kertas (novel, 1990)
- Bidadari Sigarasa (cerpen 2002)
- Puisi Dolanan (1978)
- Yang Terhormat Rakyat (puisi, 2000)
- Ponsel di Atas Bantal (puisi, 2010)
- Tunas (cerpen, CresindO Press, 2013)
- Martoloyo Martopuro
- Ronggeng Keramat
- Menunggu Tuyul
- Gerbong
- Sang Koruptor
- Langit Berkarat
- Rumah Tak Berpintu
- Palu Waktu
- Surat dari Tanah Kelahiran
- Meniti Buih
- Pasar Kobar
- Pak Eko Tunas dahulu satu angkatan bersama dengan Emha Ainun Najib di PSK (Persada Studi Klub) Jogjakarta dibawah asuhan Umbu Landu Paranggi
- 4E (Eko Tunas, Emha, EH. Kartanegara, Ebiet G Ade) adalah sebutan sahabat ini, dalam reuni peluncuran cerpen Eko Tunas berjudul "Tunas" pada hari sabtu 6/4 2013
- Persahabatan Emha-Ebiet-Eha-Eko bermula dari Yogya, pada dekade 1970-an. Menurut penuturan Ebiet dalam situs resminya, mereka hampir setiap hari selama beberapa tahun selalu bersama – sama. Boleh dikata, mereka tidur dengan berebut selimut, atau makan berebut lauk dalam satu piring.
- Ebiet mengaku takkan pernah bisa melupakan kelakuan unik Eko Tunas soal malas mandi. “Mas Eko Tunas kalau disuruh mandi susah banget. Seolah-olah buat dia mandi itu pekerjaan yang sangat berat"
- Di mata Eha Kartanegara, Eko adalah sosok yang pandai menyembunyikan bakatnya.
- Eko itu seniman yang tidak pernah selesai. ”Dia selalu ngeyel, terus mendobrak,” kata Cak Nun
- Motto Eko Tunas tentang kehidupan “Hidup itu tidak ada yang luar biasa, Hanya biasa-biasa saja”
Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Eko_Tunas
http://www.beritasatu.com/musik/107406-reuni-4e-nostalgia-persahabatan-empat-dekade.html
http://m.koran-sindo.com/node/305929
No comments
Post a Comment